Daunijo.com- Umumnya pengolahan limbah untuk menghasilkan energi bahan bakar biogas datang dari kotoran yang dihasilkan peternakan sapi atau sisa limbah organik rumah tangga. Kegiatan kali ini mencoba untuk menampung biogas yang dihasilkan pada fermentasi bahan sisa limbah kolam ikan, khususnya lele. Instalasi digunakan model sederhana untuk sekedar keperluan praktek yang terawasi saja, tanpa dilengkapi adanya pengukur tekanan gas dan tanpa pengaman tekanan gas berlebih. Digester dari galon bekas dan bekas ban dalam mobil sebagai penampung gas yang dihasilkan. Bahan utama adalah air kolam dengan campuran lumpur yang dihasilkan kolam ikan lele. Kolam ikan terbuat dari terpal dengan lumpur yang dihasilkan tidak banyak.
Pada saat melakukan kegiatan untuk memperbanyak probiotik yang pernah dilakukan terlihat banyak ditemukan gelembung-gelembung gas pada larutan saat dilakukan pengadukan pada larutan. Demikian juga pada saat membuat pupuk cair organik dengan bahan air kolam, terjadi banyak gelembung gas yang nampaknya cukup banyak jumlahnya.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang telah disiapkan untuk praktek menampung biogas limbah ikan lele ini diantaranya:
1) Galon air ukuran kapasitas 19 liter
2) Ban dalam mobil yang tidak bocor
3) Ban dalam sepeda motor yang tidak bocor
4) Bilah bambu
5) Kran terusan
6) pipa pvc
7) oversock
8) klem selang
9) seal tape
10) lem pipa
11) perloop ring (adaptor pipa PVC)
12) keni (sambungan pipa siku)
Untuk bahan baku biogas digunakan limbah kolam ikan (air dan lumpur), molase (tetes tebu), air dan probiotik.
Untuk peralatan disiapkan gergaji besi, obeng, dan gunting.
Pembuatan Instalasi Biogas Mini
Instalasi terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian fermentasi air kolam dan bagian penampungan gas yang dihasilkan. Skemanya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Ban mobil dibuat lubang, kebetulan ban rusak pada prostennya jadi diambil pada posisi tersebut. Lubang ini untuk pemasangan perloop ring yang kemudian dihubungkan dengan pipa dan akhirnya dihubungkan ke kran terusan (kran center). Seal tape dapat ditambahkan di drat verloop ring agar hasil sambungannya kedap udara.
Dari kran center dihubungkan dengan pipa dan disambung dengan oversok yang lebih besar agar mudah saat disambung dengan ban motor sebagai saluran dari galon ke penampung. Khusus sambungan dari pipa masuk ke oversok ini tidak perlu dilem agar bisa dilepas pasang, cukup dilapisi dengan seal tape saja sebelum disambungkan. Sambungan ini perlu mudah dilepas agar setelah selesai pengisian gas dapat disambungkan ke saluran menuju alat pembakaran atau ke selang kompor nantinya.
Di dalam galon sebelum disambungkan dengan ujung ban motor yang lain dimasukkan bilah bambu yang nantinya berfungsi sebagai pengaduk bahan biogas. Pengadukan dapat dilakukan dengan memegang bilah bambu dari luar ban.
Sambungan antara ban dengan mulut galon dan ujung lainnya dengan oversok dikuatkan dengan klem selang. Sambungan antar pipa dapat dilapisi dengan seal tape atau dilem saja agar kedap udara.
Terakhir adalah memastikan insatalasi tidak bocor. Ban dapat diisi dulu dengan udara sebelum nanti akan dikosongkan kembali pada saat pemasangan akhir instalasi. Ban mobil dapat dimasukkan ke dalam air untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran atau pengecekan dengan air sabun. Jika masih ada tempat yang bocor akan ada gelembung udara yang muncul.
Proses Pembuatan Biogas
Galon diisi dengan molase 400 ml, dan starter fermentasi atau probiotik 200 ml. Setelah itu air kolam dan lumpur kolam dimasukkan ke dalam galon diaduk dengan bilah bambu. Pengisian dilakukan hingga penuh.
Ban dalam sebagai tampungan dikosongkan dengan cara melipat hingga kempes, demikian juga dengan ban motor. Tujuannya untuk meminimalkan udara yang terjebak di dalam ban karena proses akan berlangsung secara anaerob yang tidak memerlukan udara.
Setelah itu ujung ban dalam sepeda motor dipasangkan ke mulut galon. Agar lebih kuat klem selang dipasang pada bagian ini.
Dengan kapasitas alat dan bahan ini biogas yang dihasilkan kurang lebih 4 kali volume udara dalam tampungan ban dari kondisi kosong hingga terisi penuh dalam waktu 3 x 24 jam.
Hasil Pengamatan
-12 jam setelah pemasangan instalasi, titik-titik gas terlihat naik dari bawah ke atas. Saat dilakukan pengamatan ban mobil yang tadinya kempes terlihat mulai terisi sekitar 1/3 bagian. Kemudian dilakukan pengadukan dan titik-titik gas semakin banyak yang terlihat dan dengan cepat naik ke atas permukaan. Proses terbentuknya gas tidak berhenti dalam beberapa jam pengamatan.
-15 jam setelah instalasi, ban mobil terlihat sudah dalam kondisi penuh meskipun tekanan gas masih kecil. Ban mobil masih cukup lunak saat ditekan dengan tangan dan ban motor saluran penghubung masih terlihat kempes.
-18 jam setelah instalasi, tekanan pada ban meningkat. Ban mobil terlihat penuh dan ban motor saluran penghubung telah terisi hingga tampak menegang. Kekerasan ban masih sedang, belum terlalu keras. Sementara itu proses terbentuknya gas masih terjadi di dalam galon dengan gerakan yang cepat. Jika proses masih saja berlangsung, nampaknya praktek ini harus segera diakhiri dengan membuka saluran ban sebab dikhawatirkan dapat terjadi letusan.
-20 jam setelah instalasi proses pengisian dihentikan, ban penampung telah cukup penuh dan keras. Proses yang tergolong cepat ini diperkirakan karena dosis tetes tebu dan bakteri starter yang dimasukkan terlalu banyak.
-72 jam setelah instalasi mulai berhenti menghasilkan biogas sehingga volume gas dalam ban terlihat stagnan. Setelah waktu ini tidak dilakukan pengamatan.
Untuk penerapan di lapangan, hasil gas pengisian pertama kali pada tampungan akan dibuang dulu. Gas tampungan pertama ini masih bercampur dengan gas-gas lain yang jika dilakukan pembakaran langsung dapat mengakibatkan letusan. Setelah pengisian berikutnya biogas dapat digunakan untuk energi bahan bakar.
Pengujian Biogas
Pengujian pertama langsung dilakukan dengan alat pembakar kompor gas. Kran gas ditutup dan tampungan gas dilepas dari instalasi. Keluaran gas kemudian dihubungkan ke selang kompor. Saat dinyalakan api menyala sekitar 4-5 detik dan kemudian dipadamkan. Saat dicoba untuk dinyalakan ulang kompor tidak berhasil membuat api lagi meskipun dalam tampungan masih ada cukup gas dan telah diletakkan beban pada ban untuk meningkatkan tekanan gas.
Perkiraan nyala api datang dari sisa gas elpigi yang terjebak dalam pipa kompor. Sampai ban penampung lembek api kompor belum mau menyala juga. (Kemungkinan perlu ada sedikit modifikasi pada kompor gas jika ingin diubah menjadi biogas).
Ban dipasang lagi ke instalasi agar terisi kembali untuk dilakukan pengujian yang kedua. Waktu yang diperlukan untuk gas memenuhi ban ternyata menjadi lebih singkat dari yang pertama, sekitar 12 jam saja.
Pengujian kedua dicoba dengan menggunakan alat pembakar yang lebih kecil. Selengkapnya untuk membuat alat pembakar ini diperlukan:
1) potongan selang plastik beberapa centi
2) pipa logam diameter kecil
3) kepala logam berlubang kecil
4) lem
5) sandal jepit bekas
6) klem selang
Cara membuatnya, pipa dari kran gas dihubungkan potongan selang plastik. Ujung yang lain dari selang dihubungkan dengan pipa logam yang telah dimasukkan ke tengah-tengah potongan bekas sandal berbentuk lingkaran kecil. Agar tidak bocor disambungan ini sebelumnya bisa dioles dengan lem dulu. Ujung pipa logam yang lain dihubungkan dengan kepala logam yang dikuatkan dengan lem.
Untuk pipa logam ukuran kecil bisa diambil dari sisa pipa bekas gagang payung. Kepala logam berbentuk tabung yang memiliki lubang kecil di tengahnya. Komponen ini dapat diambil dari kepala sprayer bekas yang biasa digunakan untuk menyemprot tanaman. Kedua alat ini kebetulan memiliki diameter yang hampir sama sehingga dapat sambungkan secara tepat.
Setelah alat selesai dibuat, satu buah lilin menyala diletakkan di bawah kepala pembakaran untuk memanasi ujung kepala ini beberapa lama sekaligus starter untuk menyalakan biogas. Tujuannya agar gas lebih mudah terbakar karena melalui kepala yang bersuhu panas. Kran center dibuka kecil saja dan gas mengalir keluar menuju ujung kepala pembakaran yang masih dipanasi nyala lilin.
Pada pengujian kedua ini berhasil didapatkan nyala api pada ujung kepala pembakar bercampur dengan nyala lilin. Lilin kemudian dimatikan dan nyala dari gas tetap ada meski tidak terlalu besar dengan warna yang biru. Saat tekanan gas dalam ban mulai berkurang nyala api terkadang mati namun mudah dinyalakan lagi dengan korek api. Untuk menjaga gas dalam ban tetap bertekanan, ban diberi beban berupa balok-balok kayu di atasnya.
Untuk mengambil dokumentasi gambar dengan kamera, digunakan mode flash-off saja karena dengan sinar blitz nyala api dari biogas ternyata sukar ditangkap oleh kamera. Pada pengujian ini nyala api mampu bertahan beberapa menit hingga akhirnya padam.
Pengujian ketiga dengan membuat kepala kompor gas sederhana yang terbuat dari kaleng. Kaleng bekas semir sepatu ukuran kecil dibuat lubang-lubang pada tutupnya. Ujung pipa besi saluran gas dimasukkan pada sebuah lubang yang dibuat pada sisi samping kaleng. Pada pengujian ini diperoleh nyala yang lebih terlihat dibandingkan dengan satu lubang kecil saluran biogas seperti pada uji kedua. Nyala api yang ada justru akan mati saat kran gas dibuka terlalu besar.
Keselamatan Kerja
Meski berskala mini, faktor keselamatan dalam praktik tetap harus diperhatikan terutama karena tidak adanya pengaman kelebihan tekanan gas pada instalasi ini.
-Pengawasan volume gas yang ditampung harus dilakukan secara intensif karena kelebihan tekanan pada ban yang melebihi daya tahan ban dapat menyebabkan letusan.
-Gunakan ban yang masih baik kondisi daya tahannya pada pembuatan instalasi sehingga terhindar dari pecah ban atau letusan.
-Tidak dilakukan pembakaran atau pengujian pada volume gas tampungan pertama untuk menghindari kemungkinan terjadinya letusan api.
-Pelepasan instalasi dilakukan segera saat penampung gas telah penuh.
-Instalasi biogas dijauhkan dari sumber api atau panas.
Mantap…. Mas setelah habis gasnya air limbah bisa bening lagi gak….
Masih kotor mas..